Perubahan Prilaku Penting Tingkatkan Kualitas Sanitasi

Do you want to share?

Do you like this story?

YOUR GOOGLE ADSENSE CODE HERE (300x250)
YOUR GOOGLE ADSENSE CODE HERE (300x250)

sekdaPerubahan pola pikir dan pola prilaku sangat penting guna mewujudkan pembangunan sanitasi berkualitas. Tim Kelompok Kerja Sanitasi Kab Sambas, Setelah berhasil menggelar konsultasi publik studi environmental health risk assessment atau studi penilaian risiko kesehatan lingkungan, kembali menyelenggarakan Konsultasi Publik penyusunan Buku Putih Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Dikemukakan Plt Kepala Bappeda Sambas Uray M Rizal dalam laporannya pada pelaksanaan Konsultasi Publik BPS PPSP, di Aula Utama Kantor Bupati Sambas, Rabu (9/10) Tujuan yang diharapkan dari penyelenggaraan Konsultasi Publik Rancangan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Sambas adalah agar memperoleh masukan atau umpan balik dalam mempertajam indikator kinerja program guna kesempurnaan Rancangan BPS Kab. Sambas dan sebagai kerangka berpikir dan tindakan yang strategis dalam melaksanakan pembangunan sanitasi secara komprehensif, sinergi dan dan berkelanjutan.

Buku Putih Sanitasi atau BPS sebagai profil dan gambaran pemetaan karakteristik dan kondisi sanitasi serta prioritas atau arah pengembangan kabupaten dan masyarakat, kegunaannya sebut dia bisa menjadi baseline atau data terkait kondisi sanitasi kabupaten mutakhir. Data itu nantinya menurut dia akan digunakan dalam penyusunan strategi sanitasi kabupaten serta keperluan pemantauan dan evaluasi pembangunan sektor sanitasi. Substansi dari isi buku putih itu diterangkan Sekretaris BAPPEDA itu adalah bagian dari hasil analisa berbagai kajian data sekunder dan primer seperti pengumpulan data sekunder, survey penyedia layanan sanitasi, kajian kelembagaan dan kebijakan, kajian komunikasi dan pemetaan media, kajian PMJK dan promosi higiene, penentuan area berisiko, profil keuangan dan perekonomian daerah dan studi EHRA.
“Penyebab utama buruknya kondisi sanitasi di Indonesia adalah lemahnya perencanaan pembangunan sanitasi, tidak terpadu, salah sasaran, tidak sesuai kebutuhan dan tidak berkelanjutan serta kurangnya perhatian masyarakat pada perilaku hidup bersih dan sehat,” ungkap dia. Karenanya, kata Rizal, BPS adalah bagian dari salah satu upaya memperbaiki kondisi sanitasi adalah dengan menyiapkan sebuah perencanaan pembangunan sanitasi yang responsif dan berkelanjutan.
Sekda Kab Sambas, H Jamiat Akadol ketika membuka Kegiatan Konsultasi Publik yang dihadiri Bupati Sambas 2001-2011 yang juga ketua MABM, Tokoh masyarakat dan Agama, Perwakilan Dinas Badan dan Unit Kerja lainnya, Pihak Pemerintah Propinsi Kalbar, BUMD, Perbankan, Para Camat, dan Petugas Medis, mengatakan Kondisi Sanitasi Indonesia mendapat predikat terburuk ke 3 di ASEAN. Hal itu disebutkan dia sesuai penelitian Paths To 2015 Mdg Priorities In Asia And The Pacific : Asia-Pacific MDG Report 2010/11. “ Sangat memprihatinkan bahwa berdasarkan penelitian Paths To 2015 Mdg Priorities In Asia And The Pacific : Asia-Pacific MDG Report 2010/11; Kondisi Sanitasi Indonesia mendapat predikat terburuk ke 3 di ASEAN dimana baru 52% penduduk Indonesia yang memiliki akses sanitasi yang baik, Tujuh Puluh Juta Masyarakat Indonesia masih mempraktekkan Buang Air Besar Sembarangan, 98% Tempat Pembuangan Akhir (TPA) masih dioperasikan dengan OPEN DUMPING system, 75% sungai tercemar limbah berat dan 80% air tanah terkontaminasi limbah manusia,” tutur dia.
Penelitian di 193 negara tentang akses air bersih dan angka pematian ibu anak yang termuat dalam Environmental Health Journal terdapat kesimpulan bahwa Negara dengan akses air bersih yang buruk memiliki angka kematian balita 4,7 per 1000 lebih tinggi daripada negara yang memiliki akses air bersih yang baik, Negara dengan sanitasi buruk memiliki angka kematian balita 6,6 per1000 lebih tinggi daripada negara yang memiliki sanitasi baik, dan Resiko kematian ibu melahirkan di negara dengan sanitasi buruk lebih tinggi hingga 48%dibandingkan dengan negara yang memiliki sanitasi baik. Diakui Jamiat, hal tersebut bukanlah pekerjaan yang ringan untuk memperbaikinya. “Tak dapat dipungkiri bahwa sampai hari ini Pemerintah Kabupaten kita belum dapat memberikan yang terbaik bagi perbaikan kondisi sanitasi di Kabupaten, Namun upaya – upaya untuk menuju kepada perbaikan senatiasa tetap dilakukan. Pemerintah akan tetap bekerja sebaik mungkin dengan mengoptimalkan segala sumber daya yang ada,” tegas Jamiat.
Rendahnya kualitas dan tingkat pelayanan sanitasi di Indonesia, antara lain dipaparkan Sekda karena Masih rendahnya kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan sanitasi, utamanya pada tahap pemanfaatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana sanitasi di lingkungan tempat tinggal mereka sendiri.  Hal ini belum termasuk pada keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, kontribusi pendanaan atau pun lahan, dan lain-lain. Penyebab lain ungkap dia masih kurangnya koordinasi antar pihak-pihak yang berkepentingan - baik di tingkat pusat maupun daerah, termasuk kurang padu dan komprehensifnya perencanaan dan program pembangunan. “Ini permasalahan yang menyebabkan kurang efisien dan efektifnya pembangunan sanitasi permukiman karena tidak tanggap kebutuhan. Kurangnya minat dunia usaha untuk berinvestasi di sektor sanitasi. Alasan yang umum dikemukakan adalah pertimbangan ekonomis dan keuangan, peraturan dan perundangan yang belum mendukung,” tutur Mantan Kadis Pendapatan Daerah Sambas ini.
Sesuai Undang-Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan  Daerah, diingatkan dia bahwa urusan kesehatan dalam sektor sanitasi menjadi urusan  wajib Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sehubungan dengan kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas peran Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten supaya mampu membuat peta kondisi sanitasi, merancang kebutuhannya, implementasi, operasi dan pemeliharaan,  serta monitoring dan evaluasi maka Pemerintah menyusun suatu program yang dirancang untuk mengadvokasi prinsip-prinsip perencanaan pembangunan sanitasi yang ideal, yaitu pembangunan sanitasi yang disusun dari, oleh  dan untuk daerah, multi sektor berdasarkan data empiris, dan gabungan pendekatan top-down dan bottom-up komprehensif dan berskala Kabupaten. “Program tersesbut dinamai dengan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) dengan target utamanya adalah mendukung percepatan pencapaian target RPJMN 2010 – 2014 diantaranya Stop Buang Air Besar Sembarangan, Penerapan Praktek 3R secara Nasional dan Peningkatan system tempat penampungan TPA sampah menjadi Sanitary landfill  untuk melayani 240 kawasan perkotaan, Pengurangan genangan air di 100 kawasan strategis perkotaan seluas 22.500 hektar. Untuk mencapai sasaran dan target tersebut diperlukan kerja keras dari semua pihak stakeholders,  baik pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dunia usaha, perguruan tinggi, LSM, masyarakat, maupun dukungan lembaga donor,” ingat dia.
Konsultasi Publik Buku Putih Sanitasi (BPS) yang telah disusun sementara oleh Pokja Sanitasi / AMPL  Kab. Sambas dimana dokumen ini merupakan dokumen wajib yang harus dibuat setelah dilaksanakannya  Studi EHRA  dan sebelum melakukan penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten. Dengan demikian Buku Putih Sanitasi (BPS) merupakan prasyarat utama dan dasar bagi penyusunan Strategi  Sanitasi Kabupaten (SSK) yang menentukan arah pembangunan Sanitasi di Kabupaten Sambas. Ir H Burhanuddin A Rasyid pada sesi dialog memberi masukan, agar perhatian pada pembangunan, pola pikir dan pola prilaku tentang sanitasi melibatkan pihak pendidikan. Kata dia saat ini sangat gencar berbicara tentang pembangunan pendidikan karakter. “Sangat bijak jika pemahaman dan promosi tentang sanitasi kita tanamkan sejak dini kepada generasi kita, bahwa ini sangat penting untuk mendapat perhatian bersama, jangan sampai kita buat program ini, tapi tidak membekas digenerasi penerus kita, tim pokja saran saya dapat menggandeng dinas pendidikan agar pemahaman sanitasi ini dapat masuk dalam pendidikan karakter di sekolah-sekolah,” saran dia.
Camat Tangaran, Budi Santoso, memberikan masukan agar ada penerapan pemberian hukuman bagi masyarakat yang tidak menerapkan sanitasi yang baik. Menurut dia, rendahnya kualitas sanitasi hingga saat ini karena salah satunya pemahaman masyarakat tentang sanitasi masih rendah dan itu lanjut dia harus digencarkan disosialisasikan. “Jika ada pemberian sanksi bagi setiap warga yang tidak menerapkan sanitasi yang baik, insya Allah akan memberikan efek jera, sama halnya ini dengan penerapan pemberian sanksi kepada pelaku pembakaran atau pengrusakan lahan, dimana bagi mereka yang melakukan tindak perusakan lingkungan, sudah sangat jelas ada aturan tentang pemberian sanksi,” papar dia.

Sumber : http://sambas.go.id

YOU MIGHT ALSO LIKE

Advertisements

YOUR GOOGLE ADSENSE CODE HERE (300x250)

Advertisements

YOUR GOOGLE ADSENSE CODE HERE (300x250)