
Yeni yang sudah sembilan
tahun terkurung di Arab Saudi, Rabu (12/6) pekan lalu mendarat di
Bandara Soetta. Selain Asep dan Burhan, ada empat keluarga lain yang
ikut menjemput Yeni. Dengan membayar Rp 500.000, Yeni yang turun dari
pesawat Fly Emirates, tak lagi digiring ke Terminal IV dulu untuk
menjalani pemeriksaan di sana, melainkan bisa langsung pulang bersama
keluarganya. "Kasihan kalau harus menunggu lama di Terminal IV, soalnya
ada yang bilang bisa lebih dari 5 jam menunggunya," kata Asep.
Betul saja, sekitar
pukul 14.00, Asep dan keluarga lain yang menunggu di Terminal 2D
melihat Yeni dikawal dua orang petugas berpakaian safari muncul dari
dalam terminal. Begitu tiba di parkiran mobil, perempuan yang
mengenakan jilbab ini lekas menghampiri keluarganya sambil menangis.
Yeni juga terkaget-kaget
melihat dua anak adiknya yang sudah besar. Dia mencium kedua anak yang
kelihatan kebingungan saat melihat Yeni. Terang saja bingung, kedua
anak itu belum lahir saat Yeni terbang ke Arab Saudi.
Sementara Yeni
berpeluk-pelukan, Asep memberikan lima lembar uang pecahan ratusan ribu
kepada kedua pengantar Yeny. Setelah itu, Yeni segera masuk mobil. Tak
mau berlama-lama, dia pun meminta untuk segera pergi.
Yeni dan keluarganya itu
hanyalah salah satu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terpaksa harus
membayar calo agar bisa langsung keluar terminal tanpa harus
berlama-lama menunggu. Menurut informasi, setiap harinya minimal 100
TKW/TKI tiba di Bandara Soetta. Para TKW/TKI itu umumnya memakai jasa
calo agar bisa segera keluar bandara.
Dengan demikian, kalau
dijumlahkan maka dalam sehari para calo akan memperoleh 100 X Rp
500.000=Rp 50.000.000 atau dalam sebulan sekitar Rp 1,5 miliar. "Itu
kalau kita rata-rata 100 TKI/TKW yang datang sehari, tetapi sebenarnya
jumlahnya lebih besar dari itu," ujar sumber Warta Kota saat ditemui di bandara pekan lalu
Sudah dihapus
Menurut keterangan yang diperoleh Warta Kota,
peraturan TKI dari barutiba di Bandara Soetta harus dibawa ke Terminal
IV setelah mendarat sebenarnya sudah dihapus sejak Oktober 2012.
Aturan itu dihapus pemerintah guna menghilangkan praktik percaloan.
Kini hanya TKI yang sakit atau pulang meninggal saja yang harus dibawa
ke Terminal IV.
Namun, meski aturan itu
sudah dihapus, praktik percaloan masih tetap subur. Modus-modus lama
pun masih dilakukan. Tapi incarannya kini adalah TKI yang baru pertama
kali pulang dan belum mengerti aturan tersebut.
Tak adanya informasi
soal aturan bahwa para TKI tak perlu ke Terminal IV lebih dulu
dimanfaatkan para calo-calo ini untuk melakukan praktik kurang
terpujinya.
Dalam praktiknya, para
calo dan petugas bandara berkomplot untuk mensamarkan informasi bahwa
TKI bisa keluar langsung di Terminal 2D. Makanya kemudian TKI
menggunakan jasa calo agar mereka bisa keluar melalui Terminal 2D
dengan syarat membayar antara Rp 500.000-Rp 700.000.
Karena
bekerja sama dengan oknum petugas di Terminal 2D, sehingga para calo
yang penampilanya perlente itu bisa dengan bebas masuk sampai ke lokasi
pengambilan barang penumpang. "Kalau misalnya Mas mau keluarkan sepupu
atau saudara, saya bisa saja berikan nomor ponsel teman saya yang
bertugas di Terminal 2D. Tapi, nantinya teman saya ini akan mengarahkan
Mas untuk berkomunikasi dengan calo. Doyan duit semua petugas di sana
(bandara)," kata sumber Warta Kota di Terminal IV, Jumat (14/6) malam.
Ada
dua cara mengelabui TKI yang baru pertama kali pulang ke Indonesia di
Terminal 2D. Cara pertama adalah melalui calo-calo yang berkeliaran di
tempat pengambilan barang. Mereka akan menakut-nakuti TKI baru dan
menceritakan repotnya kalau mesti ke Terminal IV dulu.
Tapi, sebenarnya
informasi dari calo inipun tak terlalu salah, sebab sistem angkutan di
Terminal IV memang kacau. Seorang TKI yang sudah mendarat sejak pagi
hari baru bisa keluar dari Terminal IV pada malam hari. Penyebabnya,
angkutan Travel hanya mau mengangkut apabila jumlah penumpang sudah ada
di batas maksimal, yakni 10 orang dan semuanya ke tujuan kota yang
sama.
Makanya, TKI kemudian
banyak memilih keluar di Terminal 2D setelah mendengar cerita itu.
Ironisnya petugas bandara pun banyak yang ikut-ikutan mengelabui TKI.
Namun, bagi TKI yang
sudah tahu soal aturan tersebut, petugas maupun para calo tak berani
lagi memengaruhinya. "Yang penting tegaskan pada mereka bahwa aturan
itu tidak ada lagi," kata sumber Warta Kota.
Dekati keluarga
Kemudian modus kedua
para calo beraksi di luar terminal. Calo-calo ini akan mendekati
keluarga-keluarga TKI yang datang menjemput ke bandara. Seperti yang
dialami Asep dan Burhan. Mereka akan mengelabui keluarga TKI bahwa
semua TKI harus ke Terminal IV lebih dulu. Apabila mau keluar di
Terminal 2D harus menggunakan jasa mereka (calo,-red).
Bagi keluarga yang
percaya akan memakai jasa calo tersebut. Apabila sudah setuju, keluarga
akan diminta nama TKI dan pesawatnya. Begitu turun calo sudah
menjemput dan mengarahkan TKI. Calo yang mencari order dari keluarga
ini nantinya akan memberi informasi ke calo yang berada di dalam
Terminal 2D.
Diakui Kemennakertrans
Pihak
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans) mengakui
masih ada praktik pungutan liar (pungli) di areaal Bandara Soetta
terhadap TKI yang baru datang dari negara tempatnya bekerja. "Hingga
kini pengaduan pungli soal para TKI dimintain uang memang banyak," kata
Staf Khusus Mennakertrans Bidang Tenaga Kerja, Dita Indah Sari, kepada Warta Kota, Jumat (14/6).
Dita tak mau
berspekulasi apakah pungli itu dilakukan oleh petugas bandara atau
oknum Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BNP2TKI) yang bertugas di bandara. Yang jelas, tuturnya, kejahatan
itu dilakukan oknum tak bertanggungjawab. "Oknum seperti itu memang
harus dibasmi," ucapnya.
Menurut Dita, praktik
pungli terhadap TKI di bandara bukan hal baru. Kemennakertrans dan
BNP2TKI, katanya, tetap berusaha memberantas praktik kotor ini.
Ia
pun mengajak TKI yang menjadi korban agar ikut membasmi praktik pungli
dengan cara melaporkannya ke petugas. "Kalau ada praktik seperti itu,
TKI harus melaporkan identitas pelakunya, kapan kejadiannya, dan jenis
punglinya seperti apa," ujar mantan aktivis buruh itu.
Masalahnya,
lanjut Dita, meski pihaknya dan BNP2TKI sering menerima laporan
praktik pungli, para korban kerap kali tak menyertakan identitas oknum
yang melakukan pemerasan. "Seringkali mereka (TKI) nggak bisa
menjelaskan identitas pelakunya. Ini yang membuat kita agak kesulitan
untuk menindak pelaku pungli itu," ujarnya. (ote/gps/m13)
Sumber : http://wartakota.tribunnews.com