Kupang: Plan Indonesia bersama wakil dari lima
Kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (25/9) hari ini,
menandatangani kesepakatan penerapan program Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat atau STBM. Dengan ditandatanganinya kesepakatan tersebut,
Plan Indonesia akan mendukung penerapan program STBM selama empat tahun
ke depan, yaitu di Kabupaten Ende, Manggarai Timur, Ngada, Sabu Raijua
dan Kabupaten Kupang.
“Plan Indonesia terus mendorong pemerintah dan masyarakat NTT untuk meningkatkan akses terhadap fasilitas sanitasi yang sehat dan layak. Dengan program ini, kita berharap kasus-kasus penyakit berbasis lingkungan, seperti diare, bisa ditekan,” kata Kepala Program Plan Indonesia Nono Sumarsono di Kupang, dalam rilis yang diterima.
Nono menjelaskan, hasil sensus nasional menunjukkan, hanya 23,82 persen masyarakat di NTT yang memiliki akses terhadap jamban sehat. Sementara itu, baru 50,11 persen masyarakat NTT yang memiliki akses terhadap fasilitas air minum sehat.
Sebagai lembaga kemanusiaan yang fokus pada pemenuhan hak anak, Plan Indonesia berkepentingan memperluas akses masyarakat NTT terhadap fasilitas sanitasi secara keseluruhan. Sebab, hal ini akan berdampak langsung terhadap kualitas kesehatan masyarakat, terutama anak-anak di NTT.
“Kami juga mendorong penguatan kelembagaan sejumlah pemerintah kabupaten di Provinsi NTT dalam mengimplementasikan program STBM,” kata Eka Setiawan, Program Manager Water and Sanitation Hygiene Plan Indonesia.
Eka menjelaskan, berdasarkan analisis situasi yang dilakukan Plan Indonesia, anggaran yang disiapkan oleh pemerintah di NTT dalam penerapan program STBM masih sangat minim. Rata-rata, tiap kabupaten di NTT hanya menganggarkan 0,01 persen dari APBD mereka.
Pada tahun 2008, Kementerian Kesehatan menerbitkan peraturan menteri kesehatan tentang sanitasi total berbasis masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan STBM. Dua hal yang menjadi tujuan besar dari perumusan kebijakan nasional STBM ini adalah untuk mengurangi angka kejadian diare dan untuk mencapai target MDG pada tahun 2015.
Sejak pertama kali dirumuskan pada tahun 2008, program STBM telah diimplementasikan secara luas dengan hasil yang cukup menjanjikan. Salah satu provinsi yang secara luas dan konsisten mengimplementasikan program STBM adalah provinsi NTT. Beberapa kabupaten di provinsi NTT telah menjalankan 5 pilar sanitasi yg membentuk kondisi sanitasi total berdasarkan STBM.
Eka menjelaskan, berdasarkan pengalaman Plan di lapangan, intervensi program STBM di dua kabupaten, yakni di Kabupaten Timor Tengah Utara(TTU) dan Timor Tengah Selatan (TTS) telah terbukti mampu menurunkan angka kasus diare. Kasus diare 3 kecamatan di TTS, misalnya, pada tahun 2011 turun sebanyak 27,31 persen, dari 1.944 kasus pada tahun 2010 menjadi 1.413 kasus pada tahun 2011.
“Empat kecamatan di Kabupaten TTU penurunannya lebih besar, yakni mencapai 34,2 persen, dari 500 kasus pada tahun 2010 menjadi 329 kasus tahun 2011,”jelas Eka.
“Plan Indonesia terus mendorong pemerintah dan masyarakat NTT untuk meningkatkan akses terhadap fasilitas sanitasi yang sehat dan layak. Dengan program ini, kita berharap kasus-kasus penyakit berbasis lingkungan, seperti diare, bisa ditekan,” kata Kepala Program Plan Indonesia Nono Sumarsono di Kupang, dalam rilis yang diterima.
Nono menjelaskan, hasil sensus nasional menunjukkan, hanya 23,82 persen masyarakat di NTT yang memiliki akses terhadap jamban sehat. Sementara itu, baru 50,11 persen masyarakat NTT yang memiliki akses terhadap fasilitas air minum sehat.
Sebagai lembaga kemanusiaan yang fokus pada pemenuhan hak anak, Plan Indonesia berkepentingan memperluas akses masyarakat NTT terhadap fasilitas sanitasi secara keseluruhan. Sebab, hal ini akan berdampak langsung terhadap kualitas kesehatan masyarakat, terutama anak-anak di NTT.
“Kami juga mendorong penguatan kelembagaan sejumlah pemerintah kabupaten di Provinsi NTT dalam mengimplementasikan program STBM,” kata Eka Setiawan, Program Manager Water and Sanitation Hygiene Plan Indonesia.
Eka menjelaskan, berdasarkan analisis situasi yang dilakukan Plan Indonesia, anggaran yang disiapkan oleh pemerintah di NTT dalam penerapan program STBM masih sangat minim. Rata-rata, tiap kabupaten di NTT hanya menganggarkan 0,01 persen dari APBD mereka.
Pada tahun 2008, Kementerian Kesehatan menerbitkan peraturan menteri kesehatan tentang sanitasi total berbasis masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan STBM. Dua hal yang menjadi tujuan besar dari perumusan kebijakan nasional STBM ini adalah untuk mengurangi angka kejadian diare dan untuk mencapai target MDG pada tahun 2015.
Sejak pertama kali dirumuskan pada tahun 2008, program STBM telah diimplementasikan secara luas dengan hasil yang cukup menjanjikan. Salah satu provinsi yang secara luas dan konsisten mengimplementasikan program STBM adalah provinsi NTT. Beberapa kabupaten di provinsi NTT telah menjalankan 5 pilar sanitasi yg membentuk kondisi sanitasi total berdasarkan STBM.
Eka menjelaskan, berdasarkan pengalaman Plan di lapangan, intervensi program STBM di dua kabupaten, yakni di Kabupaten Timor Tengah Utara(TTU) dan Timor Tengah Selatan (TTS) telah terbukti mampu menurunkan angka kasus diare. Kasus diare 3 kecamatan di TTS, misalnya, pada tahun 2011 turun sebanyak 27,31 persen, dari 1.944 kasus pada tahun 2010 menjadi 1.413 kasus pada tahun 2011.
“Empat kecamatan di Kabupaten TTU penurunannya lebih besar, yakni mencapai 34,2 persen, dari 500 kasus pada tahun 2010 menjadi 329 kasus tahun 2011,”jelas Eka.
Sumber : http://www.metrotvnews.com/