JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy menyatakan, sepanjang tahun 2011 Komisi Kejaksaan Agung telah menerima sebanyak 1.500 laporan dari masyarakat terkait jaksa yang melakukan penyimpangan.
Hingga September tahun ini, pengaduan yang telah diselesaikan sebanyak 196 laporan dan jaksa bermasalah telah dikenai sanksi. Jumlah 196 itu kebanyakan di wilayah Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
"Memang ada yang melapor pemerasan, penyuapan, dan sebagainya. Tapi, tidak semua laporan itu dilengkapi dengan bukti sehingga kita kesulitan. Jadi kadang hanya keterangan dari pelapor saja," ujar Marwan di Jakarta, Kamis (24/11/2011).
Menurutnya, jika kasus yang ditutup tersebut ada tambahan bukti berupa indikasi pelanggaran, Kejagung siap membuka kembali aduan yang dilaporkan masyarakat.
"Karena tidak ada bukti yang mendukung ya kita tutup (aduannya). Tapi sewaktu-waktu nanti ada bukti yang mengarah ke sana, misalnya transfer dan sebagainya atau ada saksi melihat, ada fotonya, kita buka kembali," tegasnya.
Ia menyatakan, Kejagung tak membenarkan adanya penyimpangan, terutama menerima suap yang dilakukan oknum aparatur kejaksaan karena minimnya biaya untuk menangani perkara.
Kejagung, kata Marwan, selalu menggelontorkan dana yang diminta kejaksaan tinggi ataupun kejaksaan negeri yang kekurangan biaya perkara. "Saya rasa itu tidak bisa dijadikan alasan. Mereka biasanya minta Kejagung. Pak Jaksa Agung (Basrief Arief) mendrop dana dari dana-dana lain yang ada, walaupun tidak ada alokasinya kita harus penuhi. Kalau enggak, nanti enggak jalan sidangnya," jelasnya.
Dengan adanya 1.500 pengaduan ini, tutur Marwan, pihaknya akan memperbarui pejabat struktural yang selama ini mengabaikan kewajiban pengawasan melekat (waskat) yang dibebankan pada setiap aparatur kejaksaan. Selain itu, akan dicanangkan Indeks Penilaian Kinerja Jaksa (IPKJ) untuk mencegah jaksa yang "makan gaji buta"."Selama ini waskat itu diabaikan, makanya tahun ini dicanangkan lewat buku, buku waskat. Nah kita ingin setiap hari ini ditulis dan nanti dilaporkan. Demikian ini bisa mengeliminir karena kalau menghilangkan sama sekali (jaksa nakal) susah juga ya, karena watak orang itu. Watak sudah rusak, mau diapain juga susah. Saya minta ada apel pagi sore, untuk IPKJ. Jadi jangan enak saja bolos-bolos, tapi dapat remunerasi. Nanti akan dilaporkan ke Jamwas," pungkasnya.
Hingga September tahun ini, pengaduan yang telah diselesaikan sebanyak 196 laporan dan jaksa bermasalah telah dikenai sanksi. Jumlah 196 itu kebanyakan di wilayah Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.
"Memang ada yang melapor pemerasan, penyuapan, dan sebagainya. Tapi, tidak semua laporan itu dilengkapi dengan bukti sehingga kita kesulitan. Jadi kadang hanya keterangan dari pelapor saja," ujar Marwan di Jakarta, Kamis (24/11/2011).
Menurutnya, jika kasus yang ditutup tersebut ada tambahan bukti berupa indikasi pelanggaran, Kejagung siap membuka kembali aduan yang dilaporkan masyarakat.
"Karena tidak ada bukti yang mendukung ya kita tutup (aduannya). Tapi sewaktu-waktu nanti ada bukti yang mengarah ke sana, misalnya transfer dan sebagainya atau ada saksi melihat, ada fotonya, kita buka kembali," tegasnya.
Ia menyatakan, Kejagung tak membenarkan adanya penyimpangan, terutama menerima suap yang dilakukan oknum aparatur kejaksaan karena minimnya biaya untuk menangani perkara.
Kejagung, kata Marwan, selalu menggelontorkan dana yang diminta kejaksaan tinggi ataupun kejaksaan negeri yang kekurangan biaya perkara. "Saya rasa itu tidak bisa dijadikan alasan. Mereka biasanya minta Kejagung. Pak Jaksa Agung (Basrief Arief) mendrop dana dari dana-dana lain yang ada, walaupun tidak ada alokasinya kita harus penuhi. Kalau enggak, nanti enggak jalan sidangnya," jelasnya.
Dengan adanya 1.500 pengaduan ini, tutur Marwan, pihaknya akan memperbarui pejabat struktural yang selama ini mengabaikan kewajiban pengawasan melekat (waskat) yang dibebankan pada setiap aparatur kejaksaan. Selain itu, akan dicanangkan Indeks Penilaian Kinerja Jaksa (IPKJ) untuk mencegah jaksa yang "makan gaji buta"."Selama ini waskat itu diabaikan, makanya tahun ini dicanangkan lewat buku, buku waskat. Nah kita ingin setiap hari ini ditulis dan nanti dilaporkan. Demikian ini bisa mengeliminir karena kalau menghilangkan sama sekali (jaksa nakal) susah juga ya, karena watak orang itu. Watak sudah rusak, mau diapain juga susah. Saya minta ada apel pagi sore, untuk IPKJ. Jadi jangan enak saja bolos-bolos, tapi dapat remunerasi. Nanti akan dilaporkan ke Jamwas," pungkasnya.